3/17/2011

Wayang Kulit di Kampungku

Tak kusangka kebiasaan mbah buyutku yang senang mendengarkan cerita wayang di radio pada waktu silam kini mempengaruhi pandanganku terhadap budaya klasik ini. entah berawal dari mana atau kapan, kini kang supri merasakan kedekatan dengan para tokoh pewayangan. Walaupun secara garis besar ceritanya tidak aku pahami, namun tetap saja alunan gamelannya serasa familiar ditelingaku, hal ini mengingatkanku di masa-masa kecilku dimana mbah buyutku sering sekali mendengarkan wayang di radio pada waktu malam hari, pada waktu itu kang supri merasa kesal sekali, apa lagi mbunyiin radionya kenceng banget, uhg gak bisa tidur deh.

Emang sie aku inget sekali dulu mbah buyutku pernah bilang, wayang kulit itu selain menjadi tontonan tetapi bisa menjadi tuntunan. kalau kita lihat keadaan sekitar kita pada masa sekarang ini, kita bisa melihat sekali kejadian dan fenomena yang sangat menarik untuk kita lihat, mulai dari aksi pencurian kecil-kecilan di masyarakat hingga di kalangan pejabat, semua bisa kita tonton di media televisi, namun apakah hal tersebut bisa menjadi tuntunan? jawabanya ada pada kita sendiri.

Sesuai dengan situasi yang sedang terjadi akhir-akhir ini, baru saja kampungku mengadakan pertunjukan wayang dengan tajuknya, "Pandu mbangun kayangan" diceritakan disini upaya pandu untuk memperbaiki sifat-sifat buruknya yang berujung pada pencapaian jati dirinya sebagai seorang kesatria. Tidak mudah bagi seorang bangsawan kerajaan untuk berlaku rendah hati, seperti tokoh pewayangan yang satu ini, yang tadinya tampil penuh arogan, sombong, berbahasa kurang sopan terhadap siapapun, namun akhirnya pandu menemukan bahwa diatas keangkuhannya, ia tidak merasa puas dengan apa yang ia miliki, hingga suatu hari ia di haruskan bisa berbahasa halus dan sopan untuk memperoleh kesempurnaan ilmunya.

Mengenai Saya